Sebagai pendidik, sudah sepantasnya jika guru mengerahkan seluruh kemampuannya demi memberikan ilmu terbaik bagi siswa. Guru dituntut menjadi panutan yang memberi contoh positif dalam keseharian anak didiknya. Tak mengherankan jika seluruh gerak-gerik seorang guru dinilai oleh anak didiknya.
Dalam sebuah peribahasa, seorang guru ialah pelita bagi dunia, yang memiliki makna bahwa guru ialah cahaya bagi kegelapan dan kebodohan. Melalui pendidikan, guru menunjukkan jalan yang terang menuju kebaikan.
Guru mendidik dari siswa belajar menulis, mengeja, hingga mereka di bangku kuliah. Begitu istimewanya kedudukan guru sehingga sering dalam terminologi agama, ia ialah ‘tangga surga’.
Berbicara kiprah dan peran seorang guru di masa serbacanggih seperti sekarang ini, guru tidak hanya dituntut dapat mengajar dengan baik. Guru juga diharapkan memiliki keterampilan lain yang dapat mengembangkan potensi dirinya sebagai pendidik. Salah satunya ialah menjadi guru pencinta literasi, yaitu seorang yang tidak pernah lelah untuk terus menggali informasi dan mengembangkan diri dalam berbagai tantangan zaman.
Demi menjadi guru pencinta literasi, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan ialah membiasakan diri untuk menulis.Namun, menulis bagi kebanyakan guru, selalu menjadi momok dan memunculkan rasa malas, bosan atau tak percaya diri. Dalam banyak kasus, menulis ialah beban atau rintangan yang sulit untuk dikalahkan.
Dalam banyak kesempatan, seorang guru yang mendapatkan tugas untuk menulis sebagai kelengkapan administrasi/formalitas belaka, bahkan harus membayar orang lain untuk menyelesaikan tugasnya.
Sebagai pendidik yang seharusnya menjadi panutan, hal tersebut ialah tindakan yang tidak bijak dan tidak terpuji. Semua orang bisa menjadi penulis. Tanpa disadari pun, kita sering melakukan aktivitas menulis.
Setiap hari kita menulis status atau pesan di berbagai aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau WhatsApp. Meski yang kita tuliskan ialah sekadar komentar atas kejadian terkini atau curahan hati atas keadaan atau kondisi tertentu, aktivitas yang dilakukan sesunguhnya ialah menulis.
Apakah kemampuan menulis itu bakat atau sesuatu yang dapat dilatih? Sebagai seorang pendidik, kita harus percaya bahwa yang menentukan seseorang disebut penulis ialah kemauannya untuk menulis. Selama seseorang bersedia memupuk kemauan untuk menulis, kemampuannya akan semakin terasah.
No Comments
Leave a comment Cancel