Barangkali titik bahagia tertinggi manusia adalah menjadi semangat lebarnya senyum manusia lain. Bukan tugas kita memang menyenangkan manusia lain tapi bagaimana jika alasan kita tetap hidup adalah rasa senang tersebut?
Selama proses pengembangan diri, diperkenalkan oleh takdir kepada salah satu yayasan sosial di Jakarta tampaknya seperti sebuah kesempatan yang memang relevan dengan keinginan dan impian selama ini, mengajar. Bagaimana rasa senang bertukar ilmu kepada teman-teman dapat direalisasikan juga dalam kehidupan di samping seorang mahasiswa? Jawabannya melalui Kakak Asuh Jakarta.
Kehidupan bersama Kakak Asuh Jakarta, awalnya tidak sesuai rencana sebelumnya. Kami diperkenalkan dengan sesama seorang mahasiswa dengan latar pendidikan yang berbeda sampai jarak umur yang berbeda. Kami mungkin akan sering mengalami perbedaan dan saling mempertahankan prinsip masing-masing, ciri khas seorang manusia. Namun, ternyata di tempat ini menjadi alasan bahwa prinsip hidup masing-masing dari diri kita memang sangat pasti akan berbeda tetapi tidak lupa untuk tetap menjadi pribadi yang baik.
Fase kehidupan bahagia yang sederhana dan mutlak juga menjadi hal unik yang kami temukan. Ternyata, hal tersebut tidak selalu rumit. Kami diajarkan oleh anak-anak tentang semangat mendirikan mimpi masing-masing di atas pundak rapuh yang sudah harus kokoh sejak kecil seperti istana masa kecil. Sejak pagi mereka diajarkan untuk belajar, belajar, dan belajar karena hakikatnya belajar adalah kegiatan seumur hidup di samping taruhan ajakan main di hari libur yang tampaknya sangat asri. Di sini, definisi kami menjadi seorang manusia yang pembelajar. Hal baru yang juga kami dapatkan di sini adalah kalau mungkin masing-masing dari kami ternyata menjadi mimpi bagi orang lain. Tahapan tertinggi rasa bangga manusia terhadap dirinya sendiri bukan? Kakak Asuh Jakarta mewadahi rasa bangga tersebut.
Kembali seutuhnya kepada manusia yang haus akan belajar, kami juga diajarkan mengenai cinta kami kepada pendidikan di Indonesia. Bahwa pendidikan di Indonesia jauh akan membaik dan terus berkembang baik jika masing-masing dari kami yang memperoleh pendidikan yang layak, menyadari tanggung jawab anak-anak yang belum sama beruntungnya dengan kami. Melalui banyak hal yang kompleks seperti memahami, menganalisis, hingga tahap menyusun perangkat pembelajaran juga menyadarkan kami bahwa menjadi seorang pendidik tidak boleh hanya puas kepada kemampuan mengajarnya tetapi juga niat hati yang baik dan tulus melalui usaha memperbaiki dan mengembangkan potensi yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
Dikutip melalui perkataan Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia, “Nilai akhir dari proses pendidikan, sejatinya terrekapitulasi dari keberhasilannya menciptakan perubahan pada dirinya dan lingkungan. Itulah fungsi daripada pendidikan yang sesungguhnya.” Selain itu, mengutip perkataan Anies Baswedan dalam Indonesia Mengajar, “Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah “dosa” setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.” menjadi bukti kecintaan kami kepada pendidikan.
No Comments
Leave a comment Cancel